Dicari Pemimpin yang Peduli Terhadap Pendidikan – Mencari pemimpin itu mudah, namun mencari pemimpin yang peduli terhadap pendidikan itu amat sangat sulit. Bahkan lebih sulit dari mencari sebuah jarum yang hilang di tengah samudera yang luas.

Jika hal itu mudah, maka Indonesia saat ini sudah menjadi negara yang lebih maju daripada negara manapun di dunia. Termasuk negara Jepang, yang negaranya luluh lantak karena diporakporandakan oleh bom atomnya Amerika Serikat. Namun mereka bisa bangkit dan sekarang menjadi negara termaju yang diperhitungkan dunia dalam teknologi dan ekonominya.

Apa yang mereka lakukan ketika mereka terpuruk dan negaranya hancur? Jawabannya adalah pendidikan.

Karena dengan pendidikan yang berkualitas, dapat membangun semangat-semangat baru yang akan dirasakan hasilnya baik jangka pendek saat itu juga, eceas.org maupun jangka panjang untuk puluhan tahun ke depan.

Janganlah beranggapan bahwa pendidikan itu hanya akan dirasakan untuk masa depan! Pendidikan harus dirasakan saat itu juga, yaitu perubahan sikap, semangat, dan pola pikir untuk maju berkembang.

Memupuk hal tersebut di atas berarti mempersiapkan masa depan negara yang cemerlang.

Lalu, siapa yang mengemban amanah itu? Jawabannya tak lain adalah guru. Makanya wajar Kaisar Hirohito ketika negaranya hancur lebur, yang dicari adalah guru. Pertanyaannya bukan berapa banyak tentara yang tersisa, tapi berapa banyak guru yang masih ada dan tersisa untuk membangkitkan bangsa jepang waktu itu.

Sebagai pemimpin yang peduli pendidikan, Kaisar Hirohito tentunya tidak hanya memberikan beban besar itu kepada guru. Dukungan penuh, baik moril maupun materil dicurahkan untuk mempersiapkan generasi emas Bangsa Jepang, semua pejabatnya “puasa” selama berpuluh-puluh tahun dan mereka pun tidak menikmati kursi jabatannya.

Alhasil, hanya dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun setelah kehancurannya, Jepang bangkit dari kehancuran dan keterpurukan dan menjadi negara yang sangat maju dalam ekonomi dan teknologi.

Kalau bukan karena Hirohito sang pemimpin yang peduli sama pendidikan, yang peduli sama guru, maka sudah bisa diprediksikan Jepang saat ini akan menjadi negara yang miskin dan terbelakang.

Kejadian ini bukan dongeng untuk “ngabobodo budak cengeng” , namun sebuah pelajaran yang Allah berikan kepada siapa saja yang mau mengambil hikmah dan pelajaran dari sejarah yang mencengangkan itu.

“Andai Indonesia saat itu….”, ya sudah lah…, kita tidak perlu berandai-andai, yang lalu tidak akan pernah terulang kembali. Apa yang dilakukan para pendahulu kita saat itu adalah bagian dari sebuah skenario yang Allah jalankan untuk menguji umatnya. Sekarang marilah kita melihat ke depan!

Hari ini kita sedang asyik menunggu sebuah gelaran pesta demokrasi di Indonesia, yang puncaknya akan diselenggarakan sekitar bulan Juni 2024. Tentu tahapannya sudah mulai dirancang dari sekarang, bahkan para pemain sandiwara sudah mulai berakting sesuai arahan sutradaranya.

Ya, tujuannya jelas bagaimana para penonton yang disebut para politisi sebagai floating mass bisa terpengaruh hatinya supaya tangan-tangan mereka dapat diarahkan untuk mencoblos dewa pujaannya.

Ya, memang begitu, demokrasi kita bukan bicara tentang siapa yang benar dan siapa yang salah, atau siapa yang jujur atau siapa yang tidak jujur, atau siapa yang keturunan wali atau keturunan atau koruptor.

Makanya wajar, kita mendengar upaya strategi apapun akan dilakukan supaya mendulang suara sebanyak-banyaknya, dan hal itu berlaku dari tingkatan negara paling tinggi sampai pemilihan kepala desa. Mereka yang punya kuasa, menggunakan kuasanya untuk menekan bawahannya, dan ironisnya politik uang semakin ramai diperbincangkan. Bahkan untuk pemilihan kepala desa saja tidak cukup sang calon mengeluarkan uang hanya 200 juta untuk memenangkan kontestasi di daerah tersebut.

Dalam pesta demokrasi nanti tentunya bukan diperuntukkan untuk pengangkatan CPNS baru, atau dalam ajang menaikkan upah para buruh, namun kita akan dihadapkan pada suatu pilihan bangsa yang maju atau bangsa yang stagnan?

Kondisi negara kita saat ini yang belum bisa disejajarkan dengan negara-negara maju di dunia adalah karena para pemimpin kita yang tidak begitu peduli pada pendidikan dan tidak memuliakan pendidikan.

Memuliakan guru adalah salah satu indikatornya, sebagaimana Kaisar Hirohito dalam kondisi terpuruk pun, guru lah yang ia cari dan muliakan.

Keterpurukan ekonomi akibat pandemic covid-19, bahkan ketakutan akan terjadinya resesi ekonomi tahun 2023 bukan sebuah alasan pemimpin kita saat ini dan ke depannya untuk tidak berpihak pada pendidikan.

Bukan hanya dalam sebuah angka saja, ketika undang-undang kita mewajibkan APBN dan APBD mengalokasikan anggaran pendidikan 20%. Dari segi kesejahteraan finansial saja, jangankan guru honor yang mendapatkan uang lelah di bawah gaji buruh, untuk guru PNS pun walaupun mereka sama-sama PNS jika dibandingkan dengan PNS yang lain dalam golongan yang sama ternyata gajinya jauh di bawah PNS non guru.

Kadang menjadi sebuah pertanyaan, “kok sama-sama PNS dibeda-bedakan ya?”, kewajibannya sama, tuntutannya banyak, tapi haknya dibedakan dengan PNS yang lain. Wajar dong, siapa saja boleh bertanya begitu, anggaran 20 % dari APBN dan APBD itu untuk apa dan untuk siapa?

Baca juga: Hakikat Pendidikan

Mungkin para pemimpin yang tidak peduli terhadap pendidikan yang baca tulisan seperti tulisan saya ini akan berceloteh, “nih orang tidak tahu bersyukur ya”, sudah untung…bla..bla…bla.., tahu ga jumlah guru itu sangat banyak? Karena banyaknya jumlah guru, daripada menaikkan gaji guru walaupun hanya 100 ribu saja, lebih baik menaikkan gaji para anggota dewan dan para pejabat lebih dari 10 juta perorangnya.

Nominal anggarannya akan lebih kecil dari pada menaikkan gaji guru walaupun hanya 100 ribu perak.

Oke, hal itu kelihatannya salah, dan memang salah. Hanya para pemimpin yang tidak mau memuliakan guru lah yang akan bertindak seperti itu. Dan pastinya dijamin wilayah yang ia pimpin tidak akan maju dan barokah.

Baiklah, kita kembali lagi pada pokok persoalan. Jika negara ini ingin maju, maka majukanlah pendidikannya. Majunya pendidikan akan sangat erat hubungannya dengan perhatian para pemimpin kepada para guru. Pemimpin yang peduli terhadap pendidikan dan guru dalam level apa pun pemimpin itu, maka ia akan membawa desa, kecamatan, kota/kab, provinsi, dan negara sesuai level wilayah yang di pimpinnya dipastikan akan maju dan sejahtera.